Sabtu, 09 September 2017

Sebaris Kalut dalam Aksara

_SEBARIS KALUT DALAM AKSARA_
“Jangan, itu oleh-oleh buat kakak dan adikmu” Tangan lembut Ibu menyenggol tanganku yang tak berdosa ini ketika ku hendak menyentuh beberapa bingkisan yang masih terkemas rapih di atas meja. Bingkisan itu hadiah dari Ayah, karena hari ini Ayahku baru saja pulang dari Amerika. Ayah bekerja sebagai koki Restoran ternama di Amerika.
“Yah, sepatunya bagus nih, buat Andre ya?” Pinta kak Andre kegirangan.
“Baju ini buat Niky Yah? waahh bagus banget, Niky suka banget Yah, Bu” Ucap Niky dengan riangnya.
“Iya sayang, baju itu sengaja Ayah belikan untuk kamu. Sepatu itu juga Ayah sengaja belikan buat kamu Dre” Tersirat simpul senyum yang amat manis dibibir Ayah sembari mengelus-ngelus lembut rambut Niky.
“Wiiiss, emang Ayah doang deh yang paling ngerti kemauan kita. Makasih Yah” Puji kak Andre.
“Yah, hadiah buat Yohan mana?” Tanyaku sembari menjulurkan tangan kanan isyarat meminta hadiah.
“Bu, tadi mana hadiah yang Ayah pisahkan buat Yohan?” Ku sudah menduga pasti hadiah yang Ayah belikan untukku lebih bagus, menyimpannya saja dipisahkan dari kak Andre dan Niky.
“Nah, ini dia. Nih buat kamu” Ibu menyodorkan bingkisannya.
Langsung saja ku buka bingkisan yang terbalut kotak warna hijau daun, dan ternyata dugaanku salah. Hadiah yang Ayah berikan untukku tak sebanding dengan hadiah yang Ayah berikan kepada kak Andre dan Niky.
“Makasih Yah, bajunya bagus, Yohan suka” Ku membalas senyum getir dengan membohongi perasaanku sendiri.
“Iya, sama-sama” Jawab Ayah melengos tanpa memperhatikanku.
Aku hanya terdiam membisu tak ada niat untuk protes kepada Ayah ataupun Ibu karena aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Mengalah, dan selalu mengalah dari adik dan kakakku. Memang sangat sakit, tapi aku harus terima keadaan ini degan ikhlas. Meskipun aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, tapi aku tidak pernah memperlihatkan kekayaan kedua orang tuaku kepada teman-temanku. Bahkan sering sekali aku dibuli oleh mereka dengan sebutan anak pungut, ya wajar saja mereka mengatakan seperti itu, karena penampilanku berbeda dengan saudara-saudraku.
“Yohan” Suara lembut yang sudah tak asing lagi ditelingaku memecahkan lamunanku.
Ya, dia Tasya. Wanita yang berparas cantik dan anggun dengan fostur tubuh langsing dan rambut yang tergerai sejajar dengan bahunya, selama ku mengenalnya dia tidak pernah membuatku kecewa. Dia begitu setia padaku, selalu menemani hari-hariku dan memberikan kebahagiaan didalamnya. Bukan, dia bukan pacarku, dia hanya sahabat setiaku dari kecil.
“Hheeuuhhh, kebiasaan deh ngagetin mulu” Ucapku ketus sembari melirik sinis kepada Tasya.
“Gak intro banget, lo juga kebiasaan tuh ngelamun mulu, wleee” Celetuk Tasya dengan ledekannya.
“Apaan sih, udah ayo kita pulang udah sore, lo udah gak ada pelajaran tambahan lagi kan?”
“Eiitss, biasa aja kali mas gak usah panik gitu, hehe.. ya udah ayo kita pulang sekarang ” Tasya cengengesan
                                                                        ***
            Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, embun pagi telah menyusuri celah rumah, sinar fajar telah menggantung diupuk timur. Hati yang hampir patah kini telah kembali merekat, sakit hati yang selama ini ku tahan kini telah terobati. Untuk satu bulan kedepan Ayah meminta cuti dari pekerjaannya, dan hari ini Ayah meminta kita berkumpul dirumah dengan keluarga, menikmati suasana rumah yang nyaman dan tentram.
“Yohan, maafkan Ayah ya, Ayah selalu membeda-bedakan kamu dengan Andre dan Niky” Ucap Ayah begitu lirih penuh permohonan.
“Iya sayang, maafkan Ibu juga ya. Ibu selalu melarang kamu kalo menginginkan sesuatu” Mata Ibu berkaca-kaca.
Sungguh ini seperti mimpi, tak pernah terlintas dibenakku perihal ini, mataku terbelalak melihat Ayah dan Ibu meminta maaf.
“Iya Bu, Yah. Sebelum kalian meminta maaf juga Yohan sudah memaafkan kok, Yohan mengerti kenapa Ayah sama Ibu melakukan ini. Pasti tujuannya supaya Yohan menjadi laki-laki yang tangguh” Ku lontarkan sebersit senyum pada mereka.
“Seharusnya Yohan yang meminta maaf sama Ayah dan Ibu karena belum bisa menjadi anak yang baik”
“Kak maafkan Niky ya, gara-gara Niky kakak jadi harus terus-terusan mengalah” Niky menundukan kepala.
“Han, gue juga minta maaf ya. Gue gak pernah mau ngalah sama lo, gue denger lo sering dibuli sama temen-temen lo, dipanggil anak pungut padahal kan yang anak pungut itu gue. Gue jadi ngerasa gak enak sama lo” Raut wajah kak Andre terlihat begitu merasa bersalah.
“Iya kak, Niky. Yohan ikhlas kok, yang terpenting sekarang kita sudah menjadi keluarga yang harmonis kembali” Ku menyunggingkan senyum pada mereka.
Sungguh aku masih tidak percaya dengan semua ini, rasanya seperti terbang jauh ke atas awan setelah lamanya terperosok kedalam jurang yang paling dalam. Aku terharu, hingga bulir bening dikelopak mataku tak dapat lagi ku tahan. Meskipun aku seorang laki-laki tapi aku tak malu untuk menangis dihadapan mereka, aku begitu terharu melihatnya.
“Terima kasih Ayah, Ibu. Kalian telah mengembalikan lagi kebahagiaanku” Kami berpelukan
Pelukan ini begitu hangat dan nyaman, pelukan yang baru ku rasakan kembali. Ku buka mataku yang masih dibanjiri air mata, aku dan keluarga masih saling erat berpelukan. Ya, berpelukan, berpelukan dengan foto. Ternyata aku hanya berpelukan dengan foto mereka yang sedang ku peluk erat.
“Hmm.. ternyata ini hanya mimpi” Gumamku dalam hati.
Mimpi ini begitu indah namun kembali menjatuhkanku kedalam jurang.
“kriing.. kriing” Suara telepon masuk.
“Hallo Han, lo sekolah gak hari ini. Lo gak lupa kan buat jemput gue kerumah, atau lo kesiangan ya?” Cerocos Tasya dibalik telepon.
“Adduuh.. Iya-iya tunggu. Gue kesiangan, tunggu aja dirumah” Ujarku tergesa-gesa.
“Abis kebiasaan deh, gak ada….” Belum juga Tasya selesai bicara aku sudah menutup teleponnya, tidak menghiraukan Tasya mau berbicara apa lagi yang jelas sekarang aku harus segera siap-siap berangkat kesekolah.
                                                                        ***
“Prraaaaaayyy….”
Baru saja ku membuka pintu rumah sudah disambut dengan suara lemparan gelas pecah dan ku lihat disudut ruang tamu ada Niky yang sedang menangis hebat dengan kondisi wajah memar dan ku lihat Ibu juga sedang menangis dipelukan Ayah yang sedang terbujur kaku. Sungguh aku sangat tak mengerti apa yang telah terjadi.
“Ini ada apa, apa yang telah terjadi de. Wajahmu kenapa memar?” Tanyaku kepada Niky dengan cemas.
“Aa..ku.. A..Kuuu” Niky gelagapan.


Penasaran dengan kelanjutannya?? yukk di order buku Patah Hati nya 






1 komentar: