Minggu, 17 September 2017

_Kemewahan Bukanlah Mahkota_

_Kemewahan Bukanlah Mahkota_
Kau bangun rumah megah nan mewah
Gedung pencakar langitpun kalah gagah
Dihiasi ukiran tinta emas begitu indah
Harapmu berlimpah berkah
Dengan pondasi dari kerikil dan bebatuan
Tak sedikitpun tekad tergoyahkan
Melemah ataupun merobohkan
Namun begitu manfaat untuk menguatkan
Kokoh berdiri menjulang tinggi
Ribuan jiwa berbangga hati
Disanalah citamu terikrar
Letihmu lunas terbayar

Karawang, 17 September 2017

Selasa, 12 September 2017

_PETUALANGAN DIATAS KERTAS PUTIH_



_PETUALANGAN DIATAS KERTAS PUTIH_


Jam yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul tujuh pagi, aku telah bersiap-siap dengan alat tulis yang tak pernah lepas dari genggaman tanganku, serta sepatu hitam yang melekat di kaki siap menemani setiap langkahku untuk mengikuti kegiatan yang sudah tercantum di roundown acara yaitu aksi Long March ‘My Trip My Jurnal’. Dari 23 peserta dipecah menjadi 5 kelompok, dari masing-masing kelompok terdapat 5-6 orang anggota dan namaku terdaftar di barisan kelompok 2.


“Selamat pagi kak. Lapor!! Kelompok 2 siap melaksanakan tugas dari kaka di post 1” Ucapku melapor kepada kak Bobi dan kak Anggi mewakili teman-teman sekelompokku.


“Pagi, oke saya terima laporan kelompok 2” Sahut kak Anggi.


“Tes kalian di pos 1 yaitu ‘Evaluasi Diri’, kalian isi 5 sifat baik dan 5 sifat buruk diri kalian serta faktor pendukungnya dalam waktu 5 menit. Dimulai dari sekarang” Jelas kak Bobi seraya menunjukkan selembar kertas tes yang akan di isi. 


“Siiaap kak” Serentak kami menjawab.

Kak Anggi langsung membagikan lembaran kertas putih itu satu-persatu.



Kata demi kata ku tulis sebenar mungkin dalam waktu yang begitu singkat padahal seumur hidupku dalam waktu belasan tahun ini terkadang aku masih bingung bagaimana sifat baik dan sifat burukku sendiri. Karena begitu susah untuk mengomentari diri sendiri. Namun diatas selembar kertas putih ini aku menulis beberapa sifatku berdasarkan pendapat dan komentar dari teman-teman.


Waktu terus saja bejalan, aku masih saja menulis begitu pun dengan teman-teman yang lain mereka sibuk berintropeksi diri masing-masing.


“Okke, waktu kelompok 2 telah habis. Silahkan kumpulkan disini” Ujar kak Anggi begitu tegas.


Aku tercengang mendengarnya karena tulisanku belum selesai, dan teman-teman yang lainnya terlihat begitu tergesa-gesa. Namun aku menghiraukannya dan terus saja melanjutkan tulisanku hingga selesai pada kata terakhir. Ya, meskipun kami menyelesaikan melebihi waktu yang telah ditentukan.


“Lapor!! Kelompok 2 telah selesai melaksanakan tes di pos 1”


Ucap Sopyan yang merupakan salah satu tamu dari Smk Al-Inayah yang ikut serta dalam Pelantikan Anggota Media Muda di MAN 4 Karawang.


Setelah itu kami langsung berjalan melanjutkan penjelajahan menuju pos selanjutnya.


“Jangan lupa guys kalo ada tutup botol diambil, biar kelompok kita dapet banyak” Ucap Zahra mengingatkan kami untuk melaksanakan tugas dari panitia.


“Siap laksanakan” Sahut Neli dengan posisi hormat kepada Zahra.


“Ih apaan sih Neli, lebaaayy dehh…” Zahra tersipu malu.


“Kaya yang engga aja kamu Zahla, Wlee… Eh Zahra maksudnya” Ledek Sopyan kepada Zahra.


“Nah, Iya tuh bener apa kata Sopyan” Sambung Neli.


“Dih nyebelin, udah dong udah nyampe pasal nih..” Zahra mulai kesal dengan ledekan Sopyan.


“Pasal? Pasal berapa pasal apa sok aku hafal, hehe…” Celetuk Sopyan kembali meledek.


“Udah, udah. Jangan debat telus, eh tuh kan jadi kebawa-bawa, kalian sih ribut terus dari tadi di perjalanan” Ujar Neli memotong candaan Sopyan dan Zahra.


“Jadi siapa nih yang laporan di pos depan?” Tanyaku kembali.


“Bial aku aja yang lapolan..” Zahra sedikit memasang wajah masam karena terus-terusan diledek.


Langkah kaki Zahra melangkah lebih cepat mendahului kami karena tergesa-gesa ingin segera melapor kepada kaka panitia.


Pos 1 sampai pos 4 telah terselesaikan dengan baik, meskipun tes nya cukup sulit bagiku, dari mengarang bebas hingga menulis berita dan membuat opini. Mengarang bebas mungkin lebih mudah karena tidak dibatasi untuk membuat apapun, tetapi menulis berita dan opini menurutku cukup sulit karena ini kali pertama aku mengikuti tes seperti ini karena sewaktu di SMP tidak ada Organisasi atau pun Ektrakulikuler dibidang Jurnalistik. Baca berita yang sudah jadi dikoran saja sangat jarang sekali apalagi Opini. Mengikuti Pelantikan ini selama tiga hari dua malam tidak terasa berat bagiku. Sungguh aku tidak pernah merasa terbebani karena aku ingin mencoba hal yang baru dari sebelumnya meskipun sempat tidak mendapat izin dari orang tua tapi keinginkanku sangatlah besar untuk membuktikan bahwa aku bisa menggapai apa yang aku impikan.

***


Ribuan detik seakan tertikam oleh jarum jam, cahaya matahari sedikit demi sedikit turun ke perpaduannya menenggelamkan diri diujung barat dan awan yang biru pun turut merubah warnanya menjadi hitam kelam. Malam ini adalah malam pertama ku menginap disekolah dengan dipadati berbagai macam kegiatan, dan tes pada malam ini yaitu ‘The Voice’ dimana peserta akan dipanggil satu persatu masuk kedalam sebuah ruangan untuk memperkenalkan diri kepada dewan juri dengan posisi dewan juri membelakangi peserta dan peserta harus menyajikan penampilan yang terbaik hingga juri mampu berbalik badan dalam waktu lima menit.


“Peserta selanjutnya Nisa”


Dag dig dug…


Ini giliranku, aku segera bergegas menuju ruangan tes dengan hati gemetar karena takut penampilanku tidak menarik dan juri tidak membalikkan badannya.


Tok.. tok.. tokk…


“Boleh saya masuk pak?”


“Silahkan, langsung masuk saja” Jawab salah satu juri


Setelah ku buka pintu ternyata sudah ada tiga Juri yang duduk bersampingan dan terdapat layar dua dimensi yang ukurannya cukup lebar serta pengeras suara yang sudah siap untuk suara hitungan waktu yang berjalan.


“Langsung saja kamu perkenalkan diri dan ceritakan hal-hal menarik dari pengalamanmu, kamu hanya mempunyai waktu 5 menit. Manfaatkan waktu kamu dengan sebaik-baiknya, waktunya dimulai dari sekarang” Juri menegaskan ulang.


“Bissmillahirrahmanirrahim..” Gumamku dalam hati.


“Perkenalkan nama saya Nisa Awalia, sebelumnya saya tidak pernah mengetahui apa itu Media Anak Negeri dan apa itu Jurnalistik, untuk itu alasan saya disini mengikuti Ektrakulikuler ini karena ingin mencoba hal yang baru dari pengalaman saya sebelumnya”


Detik demi detik terus saja terlewatkan, angka yang terpampang dilayar besar itu terus saja bertambah dan waktu yang tersisa semakin mengurang dengan volume suara yang tinggi membuat jantungku berdetak lebih kencang dari detik yang terus saja berjalan.


“Pengalaman saya di SMP saya pernah mengikuti Ektrakulikuler PMR, Drumband, dan Pramuka. Dari beberapa Ektrakulikuler yang saya ikuti saya lebih aktif di Pramuka, karena saya sudah begitu mencintai Pramuka. Bahkan saya rasa jiwa Pramuka sudah tumbuh didalam jati diri saya” Satu Juri membalikkan badan meruntuhkan kegugupanku.


“Saya juga pernah mengikuti Organisasi OSIS dan Allhamdulillah saya terpilih menjadi ketua Osis pada tahun ajaran periode 2016/2017” Detik waktu masih berjalan dan satu juri kembali membalikkan badannya.


“Tantangan saya ketika menjabat sebagai ketua Osis yaitu menjaga tanggung jawab dan amanat, serta dituntut untuk berani berbicara didepan siswa/siswi lainnya dan juga dewan guru. Diberi komentar negative dan harus selalu terlihat baik” Waktu tinggal tersisa beberapa detik saja di menit terakhir dan akhirnya ketiga Juri berbalik badan.


“Allhamdulillah, akhirnya Juri berbalik badan juga” Bisikku dalam hati.


“Wiih mantab.. pengalaman kamu banyak sekali. Selamat kamu berhasil membuat 3 dewan Juri membalikkan badan. Saya sendiri kagum sama kamu” Puji Pak Andrian sembari mengacungkan dua jempolnya.


“Iya makasih banyak pak, sudah membalikkan badannya” 


“Ya kalau membalikkan badan saja itu sangat mudah, nih lihat bapak membalikkan badan dengan mudah bukan?” Serobot Pak Iman dengan candaannya sembari memutar-mutarkan kursi yang sedang dia duduki.


“Heeheee.. bapak bisa aja” Ucapku dengan penuh haru.


“Yaudah, selamat kamu lolos dari tes Public Speaking ini” Pungkas Pak Iman dengan menyunggingkan senyum dibibirnya.


“Yeeeeeaaaaaayyyyy selesai” Teriakku kegirangan.


“Kenapa kamu Nisa, tugas kamu selesai belum?” Tanya kak Aldo menyenggol tanganku yang sedang asyik menari-nari dengan pena diatas kertas putih.


“Udah nih kak, cerpen aku udah selesai. Nih 3 lembar”


Ucapku begitu riang seraya menyodorkan cerpen yang telah selesai ku tulis di post 5. Aku segera menyimpan alat tulisku ditempat yang telah ditentukan dan bersiap-siap menunggu teman-teman satu kelompokku untuk kegiatan outbound.


“Gimana kelompok 2, udah semua belum?” Tanyaku kepada mereka.


“Belum….” Dengan serentak mereka menjawab.


“Sebental dulu, sedikit lagi nih” Sambung Zahra yang masih sibuk dengan alat tulisnya.


“Finish… Nih aku udah selesai kumpulin dimana nih?” Sahut Sopyan yang baru saja menyelesaikan tugasnya.


“Aku juga udah…” Zahra bangkit dari duduknya seraya menyodorkan tulisannya.


“Dih, ya biasa aja kali…” Celetuk Sopyan dengan sinis.


“Ih apaan sih, lagian juga kamu ikut campur mulu…” Zahra memasang wajah cemberut.


“Udah.. udah.. kebiasaan deh. Udah ayo kita siap-siap buat outbound” Ajak Neli


“Siiiiaaaapppp” Jawab kami serentak.


Outbound kali mengeluarkan bola kecil dari dalam pipa besar yang berlubang dengan diisi air. Permainan yang cukup sulit, membutuhkan banyak orang untuk menutupi lubang, seperti dalam realita kehidupan pun kita harus bisa saling menutupi segala kekurangan kita. Permainan ini mengajarkan kesabaran, ke uletan, tidak saling egois dan mengandalkan agar semua itu tertanam dalam jiwa kami sebagai Jurnalistik yang baik.











Senin, 11 September 2017

_YANG TERBUANG_

_YANG TERBUANG_
Kerinduan tiada bertepi
Terkulai nelangsa yang berapi-api
Haruskah ku hentikan detak jantung dan nadi?
Untuk melepas tali kasih yang suci

Bibirmu tak lagi menyua
Hanya sebuah rentetan kata yang menyapa
Bait aksara kau tulis penuh makna
Memupuk asa yang telah lama terbina

Gejolak bimbang tak sanggup ku sandang
Tak menentu meriuh sumbang
Berkutat dalam keraguan
Bersimbah angan tanpa tujuan

Sesak terus saja merangkak
Menyibak tangis terus mendesak
Rindu ini usang terbuang
Tercampak dipadang gersang

Sabtu, 09 September 2017

Sebaris Kalut dalam Aksara

_SEBARIS KALUT DALAM AKSARA_
“Jangan, itu oleh-oleh buat kakak dan adikmu” Tangan lembut Ibu menyenggol tanganku yang tak berdosa ini ketika ku hendak menyentuh beberapa bingkisan yang masih terkemas rapih di atas meja. Bingkisan itu hadiah dari Ayah, karena hari ini Ayahku baru saja pulang dari Amerika. Ayah bekerja sebagai koki Restoran ternama di Amerika.
“Yah, sepatunya bagus nih, buat Andre ya?” Pinta kak Andre kegirangan.
“Baju ini buat Niky Yah? waahh bagus banget, Niky suka banget Yah, Bu” Ucap Niky dengan riangnya.
“Iya sayang, baju itu sengaja Ayah belikan untuk kamu. Sepatu itu juga Ayah sengaja belikan buat kamu Dre” Tersirat simpul senyum yang amat manis dibibir Ayah sembari mengelus-ngelus lembut rambut Niky.
“Wiiiss, emang Ayah doang deh yang paling ngerti kemauan kita. Makasih Yah” Puji kak Andre.
“Yah, hadiah buat Yohan mana?” Tanyaku sembari menjulurkan tangan kanan isyarat meminta hadiah.
“Bu, tadi mana hadiah yang Ayah pisahkan buat Yohan?” Ku sudah menduga pasti hadiah yang Ayah belikan untukku lebih bagus, menyimpannya saja dipisahkan dari kak Andre dan Niky.
“Nah, ini dia. Nih buat kamu” Ibu menyodorkan bingkisannya.
Langsung saja ku buka bingkisan yang terbalut kotak warna hijau daun, dan ternyata dugaanku salah. Hadiah yang Ayah berikan untukku tak sebanding dengan hadiah yang Ayah berikan kepada kak Andre dan Niky.
“Makasih Yah, bajunya bagus, Yohan suka” Ku membalas senyum getir dengan membohongi perasaanku sendiri.
“Iya, sama-sama” Jawab Ayah melengos tanpa memperhatikanku.
Aku hanya terdiam membisu tak ada niat untuk protes kepada Ayah ataupun Ibu karena aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Mengalah, dan selalu mengalah dari adik dan kakakku. Memang sangat sakit, tapi aku harus terima keadaan ini degan ikhlas. Meskipun aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, tapi aku tidak pernah memperlihatkan kekayaan kedua orang tuaku kepada teman-temanku. Bahkan sering sekali aku dibuli oleh mereka dengan sebutan anak pungut, ya wajar saja mereka mengatakan seperti itu, karena penampilanku berbeda dengan saudara-saudraku.
“Yohan” Suara lembut yang sudah tak asing lagi ditelingaku memecahkan lamunanku.
Ya, dia Tasya. Wanita yang berparas cantik dan anggun dengan fostur tubuh langsing dan rambut yang tergerai sejajar dengan bahunya, selama ku mengenalnya dia tidak pernah membuatku kecewa. Dia begitu setia padaku, selalu menemani hari-hariku dan memberikan kebahagiaan didalamnya. Bukan, dia bukan pacarku, dia hanya sahabat setiaku dari kecil.
“Hheeuuhhh, kebiasaan deh ngagetin mulu” Ucapku ketus sembari melirik sinis kepada Tasya.
“Gak intro banget, lo juga kebiasaan tuh ngelamun mulu, wleee” Celetuk Tasya dengan ledekannya.
“Apaan sih, udah ayo kita pulang udah sore, lo udah gak ada pelajaran tambahan lagi kan?”
“Eiitss, biasa aja kali mas gak usah panik gitu, hehe.. ya udah ayo kita pulang sekarang ” Tasya cengengesan
                                                                        ***
            Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, embun pagi telah menyusuri celah rumah, sinar fajar telah menggantung diupuk timur. Hati yang hampir patah kini telah kembali merekat, sakit hati yang selama ini ku tahan kini telah terobati. Untuk satu bulan kedepan Ayah meminta cuti dari pekerjaannya, dan hari ini Ayah meminta kita berkumpul dirumah dengan keluarga, menikmati suasana rumah yang nyaman dan tentram.
“Yohan, maafkan Ayah ya, Ayah selalu membeda-bedakan kamu dengan Andre dan Niky” Ucap Ayah begitu lirih penuh permohonan.
“Iya sayang, maafkan Ibu juga ya. Ibu selalu melarang kamu kalo menginginkan sesuatu” Mata Ibu berkaca-kaca.
Sungguh ini seperti mimpi, tak pernah terlintas dibenakku perihal ini, mataku terbelalak melihat Ayah dan Ibu meminta maaf.
“Iya Bu, Yah. Sebelum kalian meminta maaf juga Yohan sudah memaafkan kok, Yohan mengerti kenapa Ayah sama Ibu melakukan ini. Pasti tujuannya supaya Yohan menjadi laki-laki yang tangguh” Ku lontarkan sebersit senyum pada mereka.
“Seharusnya Yohan yang meminta maaf sama Ayah dan Ibu karena belum bisa menjadi anak yang baik”
“Kak maafkan Niky ya, gara-gara Niky kakak jadi harus terus-terusan mengalah” Niky menundukan kepala.
“Han, gue juga minta maaf ya. Gue gak pernah mau ngalah sama lo, gue denger lo sering dibuli sama temen-temen lo, dipanggil anak pungut padahal kan yang anak pungut itu gue. Gue jadi ngerasa gak enak sama lo” Raut wajah kak Andre terlihat begitu merasa bersalah.
“Iya kak, Niky. Yohan ikhlas kok, yang terpenting sekarang kita sudah menjadi keluarga yang harmonis kembali” Ku menyunggingkan senyum pada mereka.
Sungguh aku masih tidak percaya dengan semua ini, rasanya seperti terbang jauh ke atas awan setelah lamanya terperosok kedalam jurang yang paling dalam. Aku terharu, hingga bulir bening dikelopak mataku tak dapat lagi ku tahan. Meskipun aku seorang laki-laki tapi aku tak malu untuk menangis dihadapan mereka, aku begitu terharu melihatnya.
“Terima kasih Ayah, Ibu. Kalian telah mengembalikan lagi kebahagiaanku” Kami berpelukan
Pelukan ini begitu hangat dan nyaman, pelukan yang baru ku rasakan kembali. Ku buka mataku yang masih dibanjiri air mata, aku dan keluarga masih saling erat berpelukan. Ya, berpelukan, berpelukan dengan foto. Ternyata aku hanya berpelukan dengan foto mereka yang sedang ku peluk erat.
“Hmm.. ternyata ini hanya mimpi” Gumamku dalam hati.
Mimpi ini begitu indah namun kembali menjatuhkanku kedalam jurang.
“kriing.. kriing” Suara telepon masuk.
“Hallo Han, lo sekolah gak hari ini. Lo gak lupa kan buat jemput gue kerumah, atau lo kesiangan ya?” Cerocos Tasya dibalik telepon.
“Adduuh.. Iya-iya tunggu. Gue kesiangan, tunggu aja dirumah” Ujarku tergesa-gesa.
“Abis kebiasaan deh, gak ada….” Belum juga Tasya selesai bicara aku sudah menutup teleponnya, tidak menghiraukan Tasya mau berbicara apa lagi yang jelas sekarang aku harus segera siap-siap berangkat kesekolah.
                                                                        ***
“Prraaaaaayyy….”
Baru saja ku membuka pintu rumah sudah disambut dengan suara lemparan gelas pecah dan ku lihat disudut ruang tamu ada Niky yang sedang menangis hebat dengan kondisi wajah memar dan ku lihat Ibu juga sedang menangis dipelukan Ayah yang sedang terbujur kaku. Sungguh aku sangat tak mengerti apa yang telah terjadi.
“Ini ada apa, apa yang telah terjadi de. Wajahmu kenapa memar?” Tanyaku kepada Niky dengan cemas.
“Aa..ku.. A..Kuuu” Niky gelagapan.


Penasaran dengan kelanjutannya?? yukk di order buku Patah Hati nya 






Rotasi Hati

Rotasi Hati
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya. Kemesraan Elisa dan Sandy  membuatku  tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai. Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku heran dan sedikit berpikir  kenapa tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa” Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi dan mencari kendaraan umum.
                                                                        ***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah, Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih menggenggam erat tanganku sedangkan tangan  kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
 Hari berganti hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?” Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
 “Aku yakin pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
 Tak terasa semburat merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
                                                                          ***

 Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut” Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?” Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...” Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan, Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum ki-Rotasi Hati-
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya. Kemesraan Elisa dan Sandy  membuatku  tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai. Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku heran dan sedikit berpikir  kenapa tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa” Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi dan mencari kendaraan umum.
                                                                        ***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah, Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih menggenggam erat tanganku sedangkan tangan  kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
 Hari berganti hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?” Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
 “Aku yakin pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
 Tak terasa semburat merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
                                                                          ***

 Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut” Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?” Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...” Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan, Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum kita berempat saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.
 Hati memang tak bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa.ta berempat saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.

 Hati memang tak bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa.