Rotasi
Hati
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa
seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di
bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok
tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita
berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan
dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy
dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan
Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat
pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya.
Kemesraan Elisa dan Sandy membuatku tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering
memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang
selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan
dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai.
Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin
persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami
pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku
heran dan sedikit berpikir kenapa
tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan
sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik
telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya
langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah
Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang
duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus
segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya
sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat
duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena
Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa”
Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa
dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy
yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama
kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke
tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah
gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku
sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa
mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi
dan mencari kendaraan umum.
***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena
memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana
aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang
terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak
perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku
semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata
berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta
guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat
mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah,
Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja
ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang
membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke
belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi
Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu
tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada
dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk
Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih
sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada
urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil
melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan
lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka
ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang
melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar
ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai
macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan
yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu
kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani
menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku
sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai
membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih
menggenggam erat tanganku sedangkan tangan
kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku
yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian
kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap
Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy
langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar
kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak
enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa
nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau
menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa
ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung
mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
Hari berganti
hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan
Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke
Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah
seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang
berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu
indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya
menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye
kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari
barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan
mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang
kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin
terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa
menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam
deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy
ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap
didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan
lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku
adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?”
Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya
terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum
tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk
meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa
takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
“Aku yakin
pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat
kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan
Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa
menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat
sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti
keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa
damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
Tak terasa semburat
merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam
menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada
bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis
rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik
menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa
ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang
laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga
ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara
aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan
Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu
karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh
hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku
saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa
mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita
ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke
atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok
ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan
jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
***
Bumi terus
berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan
bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak
kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah
lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali
ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00
malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan
jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung
datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran
handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada
sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada
keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan
singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa
terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah
mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut”
Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku
langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya
melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung
saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka
pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak
telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang
sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?”
Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada
keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba
menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone
nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun
setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku
kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat
dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di
sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak
pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku
sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya
menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue
tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy
tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu
erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak
cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan
apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue
telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap
air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan
lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu
lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada
kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di
wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...”
Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh
sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa
datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh
aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus
melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya
berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan,
Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi
kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi
Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan
pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian
selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk
Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur
sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku
takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang
kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan
mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam
itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo
kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas
apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa
kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau
ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk
mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue
sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum ki-Rotasi
Hati-
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa
seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di
bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok
tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita
berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan
dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy
dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan
Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat
pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya.
Kemesraan Elisa dan Sandy membuatku tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering
memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang
selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan
dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai.
Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin
persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami
pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku
heran dan sedikit berpikir kenapa
tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan
sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik
telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya
langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah
Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang
duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus
segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya
sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat
duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena
Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa”
Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa
dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy
yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama
kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke
tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah
gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku
sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa
mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi
dan mencari kendaraan umum.
***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena
memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana
aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang
terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak
perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku
semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata
berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta
guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat
mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah,
Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja
ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang
membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke
belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi
Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu
tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada
dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk
Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih
sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada
urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil
melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan
lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka
ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang
melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar
ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai
macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan
yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu
kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani
menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku
sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai
membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih
menggenggam erat tanganku sedangkan tangan
kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku
yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian
kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap
Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy
langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar
kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak
enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa
nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau
menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa
ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung
mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
Hari berganti
hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan
Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke
Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah
seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang
berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu
indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya
menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye
kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari
barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan
mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang
kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin
terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa
menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam
deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy
ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap
didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan
lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku
adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?”
Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya
terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum
tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk
meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa
takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
“Aku yakin
pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat
kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan
Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa
menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat
sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti
keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa
damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
Tak terasa semburat
merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam
menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada
bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis
rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik
menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa
ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang
laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga
ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara
aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan
Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu
karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh
hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku
saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa
mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita
ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke
atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok
ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan
jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
***
Bumi terus
berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan
bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak
kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah
lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali
ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00
malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan
jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung
datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran
handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada
sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada
keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan
singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa
terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah
mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut”
Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku
langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya
melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung
saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka
pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak
telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang
sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?”
Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada
keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba
menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone
nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun
setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku
kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat
dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di
sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak
pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku
sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya
menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue
tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy
tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu
erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak
cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan
apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue
telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap
air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan
lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu
lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada
kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di
wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...”
Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh
sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa
datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh
aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus
melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya
berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan,
Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi
kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi
Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan
pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian
selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk
Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur
sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku
takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang
kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan
mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam
itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo
kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas
apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa
kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau
ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk
mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue
sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum kita berempat
saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari
orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang
sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue
sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih
sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku
seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana
dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue
tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering
diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang
tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan
tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah
gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar
senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara
cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy
dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling
mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar
tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin
menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.
Hati memang tak
bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati
berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan
Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan
dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa.ta berempat
saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari
orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang
sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue
sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih
sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku
seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana
dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue
tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering
diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang
tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan
tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah
gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar
senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara
cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy
dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling
mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar
tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin
menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.
Hati memang tak
bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati
berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan
Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan
dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar