Sabtu, 09 September 2017

Rotasi Hati

Rotasi Hati
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya. Kemesraan Elisa dan Sandy  membuatku  tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai. Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku heran dan sedikit berpikir  kenapa tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa” Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi dan mencari kendaraan umum.
                                                                        ***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah, Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih menggenggam erat tanganku sedangkan tangan  kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
 Hari berganti hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?” Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
 “Aku yakin pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
 Tak terasa semburat merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
                                                                          ***

 Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut” Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?” Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...” Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan, Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum ki-Rotasi Hati-
“Eh guys, kalian mau pesen apa nih??” Tanya Elisa seraya menyodorkan menu makanan yang ada di café itu.
“Seperti biasa aja El” Jawabku.
“Kamu mau apa Reyy?” Lanjutku bertanya pada Reyy.
“Aku samain aja sama kamu” Seulas senyum terukir di bibir Reyy.
“Kalo kamu mau pesen apa san?” Tanya Elisa kepada sosok tampan yang ada disampingnya.
“Yang biasa aja yang” Jawab Sandy.
Elisa adalah salah satu sahabatku diantara kita berempat. Paras wajahnya yang cantik berhasil memikat sosok laki-laki tampan dengan gaya rambut yang sedikit bergelombang dibagian depan, dia bernama Sandy dia juga sahabatku, Sandy terlihat begitu dewasa tak seperti dulu. Elisa dan Sandy adalah sepasang kekasih yang begitu romantis, seringkali di Sekolah membuat pasangan lain iri terhadap mereka, bahkan aku sendiri termasuk salah satunya. Kemesraan Elisa dan Sandy  membuatku  tak mau kalah dengan mereka, aku juga sering memperlihatkan kemesraanku didepan mereka dengan kekasihku Reyy. Reyy yang selalu menemani hari-hariku dalam suka maupun duka, Reyy juga tak kalah tampan dengan Sandy, Reyy memang tidak begitu romantis namun Reyy tipe laki-laki yang santai. Kita berempat adalah sahabat, sudah hampir tiga tahun kita menjalin persahabatan.
Ketika sedang enak-enaknya menyantap makanan yang kami pesan tiba-tiba saja handphone ku berdering telepon masuk dari ibu.
“Hallo, Assalamualaikum bu ada apa menelpon Rizka?” Tanyaku heran dan sedikit berpikir  kenapa tiba-tiba Ibu menelpon.
“Waalaikumsalam, nak cepet pulang, Ayah kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit Medika” Suara ibu terdengar sesenggukan dibalik telepon.
“Baik bu, Rizka langsung kesana” Tanpa banyak bertanya langsung saja ku tutup telepon dari Ibu dan bersiap-siap untuk menuju Rumah Sakit.
“Guys sorry ya gue gak bisa lama-lama nih, gue pulang duluan, soalnya Ayah gue kecelakaan sekarang dirawat di Rumah Sakit, dan gue harus segera kesana” Aku berpamitan
“Haahh, Ayah lo kecelakaan Riz? Bagaimana keadaannya sekarang? Luka-luka parah tidak?” Elisa kaget langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan memasang wajah panik karena Elisa memang sedikit rempong dan gampang panik orangnya.
“Tenang El, do’ain aja semoga Ayah gue gak keapa-napa” Ucapku coba menenangkan dan membantu Elisa untuk duduk kembali.
“Kamu mau aku anter gak Riz? Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa dijalan, aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” Raut wajah Reyy yang terlihat cemas membuatku semakin menyayanginya.
“Iya Riz, mending lo dianterin sama Reyy aja atau sama kita berangkat bareng-bareng” Ujar Sandy menyetujui tawaran Reyy.
“Tidak Reyy, San, Insya Allah gue akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, kalian gak usah hawatir sama gue, kalian tau lah gue jago karate, kalo ada yang nyenggol dikit langsung gue pites deh” Kataku sedikit membusungkan dada.
“Iya, iya deh kita percaya sama elo Riz” Elisa mengernyitkan dahinya . Tanpa menjawabnya lagi langsung saja ku bergegas pergi dan mencari kendaraan umum.
                                                                        ***
Kurang lebih 15 menit aku sampai di Rumah Sakit karena memang jarak dari Café menuju Rumah Sakit tidak terlalu jauh. Setibanya disana aku langsung saja mencari ruangan tempat Ayah dirawat.
“Ayah, Ayah tidak apa-apa” Melihat kondisi Ayah yang terbaring lemas di ruangan seluas 6x8 meter berwarna putih-putih, dengan banyak perban yang menggulung dibagian ditubuhnya terutama bagian kaki dan kepala, membuatku semakin cemas.
“Tidak nak, Ayah tidak apa-apa” Ayah mengerjapkan mata berkali-kali sepertinya Ayah baru tersadar dari pingsannya, namun tetap tercipta guratan manis dibibirnya.
“Allhamdulillah Syukurlah yah, Rizka sangat cemas saat mendengar Ayah kecelakaan” Kataku sedikit menghela nafas.
“Tenang aja kamu jangan terlalu menghawatirkan Ayah, Ayah hanya luka ringan saja” Dengan wajah yang terlihat pucat Ayah tetap saja ingin terlihat kuat didepanku.
“Kreekkk” Suara pintu terbuka.
“Bu, Ayah belum makan, biar Rizka aja yang membelikannya. Ibu duduk aja di….” Belum selesai ku berkata saat ku menoleh ke belakang ternyata bukan ibu yang datang.
“Heyy, ini aku” Ternyata Reyy yang datang didampingi Elisa yang berada dibelakangnya.
“Kaliaan” Aku terkejut heran melihat mereka datang.
“Biar Ibu aja yang membeli makanan untuk Ayah, kamu tunggu aja disini, nih ada nak Reyy dan Elisa ingin menjenguk Ayah” Ibu berada dibelakang Reyy dan Elisa kemudian langsung pergi keluar membeli makanan untuk Ayah.
“Reyy, Elisa, kalian kok ada disini?” Tanyaku masih sedikit berpikir
“El, mana Sandy? Dia gak ikut?” Sambungku
“Tadi Sandy pamit pulang duluan Riz, soalnya dia ada urusan mendadak, tadi juga Sandy titip salam buat om Feri”
“Om tidak apa-apa kan om?” Lanjut Elisa, sambil melangkahkan kakinya berjalan menuju Ayah.
“Iya om, bagaimana keadaan om?” Tanya Reyy dengan lembut.
“Allhamdulillah om tidak apa-apa, hanya luka-luka ringan saja, terimakasih ya sudah mau menjenguk om” Ayah terlihat sumringah senang melihat mereka menjenguknya.
Tiba-tiba saja Reyy menarik tanganku mengajak keluar ruangan dan meninggalkan Elisa yang sedang sibuk mengobrol dengan berbagai macam pertanyaannya yang diajukan kepada Ayah menanyakan bagaimana kecelaakaan yang terjadi, seperti Wartawan di Televisi.
“Riz, tadi kamu gak apa-apa kan? Tidak ada yang menggodamu kan?” Tangan kanannya menggenggam erat tanganku.
“Reyy, aku gak apa-apa kok, gak ada yang berani menggodaku, lagian kan aku udah bilang aku bisa sedikit karate, hehe..” Ujarku sedikit bercanda.
“Kamu memang pintar membuatku cemas, dan pandai membuatku senyum-senyum sendiri” Kali ini Reyy menggombal, tangan kanannya masih menggenggam erat tanganku sedangkan tangan  kirinya mencubit manja hidungku sepertinya dia gemas dengan hidungku yang pesek ini.
“Riz, gue gak lama ya, ini udah larut malam, lagian kan gue sama Reyy belum pulang, takut orang rumah panik nyariin inces” Ucap Elisa sangat percaya diri yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan Reyy langsung melepaskan genggaman tangannya, mungkin Reyy malu bila mengumbar kemesraan kita didepan Elisa lagipula juga kita sedang ditempat umum jadi tidak enak dengan orang lain yang melihatnya.
“Yaudah kita pulang sekarang ya Riz, maaf aku gak bisa nemenin lama-lama” Sebersit senyum dibibirnya membuat hatiku damai.
“Iya gak apa-apa kok, ini juga makasih banget udah mau menjenguk Ayah, hati-hati dijalan ya” Aku mempersilahkan mereka pulang tanpa ada pikiran negatife terhadap mereka, aku tersenyum saat melihat punggung mereka berjalan pergi hingga tak terlihat lagi terhalang oleh gedung-gedung.
***
 Hari berganti hari dan kita selalu menghabiskan waktu bersama, aku bahagia dengan Reyy dan Elisa bahagia dengan Sandy. Sore ini sepulang sekolah Elisa mengajak kita ke Taman Kota untuk menikmati senja dan segelas es kelapa muda setelah lelah seharian mengikuti kegiatan disekolah. Tapi kali ini kita meneduh ditempat yang berbeda, aku dengan Reyy dan Elisa dengan Sandy. Pemandangan sore ini begitu indah, mentari mulai bergerak turun menuju tempat peristirahatannya, hanya menyisakan cahaya-cahaya indah di langit yang tampak berwarna orenye kemerah-merahan yang tengah mematung di barat cakrawala. Sinar keemasan dari barat cakrawala ke seluruh mata angin, serpihan kemilau emasnya menyilaukan mata bagi siapapun yang tengah menikmatinya, burung-burung berlalu lalang kembali ke sarangnya di rerimbunan dahan pohon, tiupan angin kecil semakin terasa menusuk ke tulang-tulang tubuh. Sungguh aku merasa beruntung bisa menikmati senja bersama orang-orang yang kelak akan terukir namanya dalam deretan sahabat seperjuangku. Kini aku merasa tenang berada disamping Reyy ditempat duduk yang terbuat dari papan. Perasaan berdebar selalu hinggap didadaku saat memandangi langit sore, pikiranku mulai berawang seakan kenangan lalu selalu muncul bagai tiupan angin.
“Aaahh.. tidak, tidak, tidak, yang ada dihadapanku adalah Reyy bukan dia atau siapapun” tegasku dalam hati.
“Rizka, kamu kenapa, sepertinya terlihat cemas?” Tangan Reyy membelai lembut rambut ku yang tergerai panjang, senyum di wajahnya terbias cahaya langit sore seolah membentuk siluet langit senja.
“Ngga Reyy aku gak apa-apa kok” Ku membalas senyum tipis, mataku menatap tajam Reyy dan tak ragu aku memegang erat tangannya untuk meyakinkan Reyy bahwa aku baik-baik saja. Entah kenapa sore itu aku merasa takut ketika teringat masa-masa indah dengannya.
 “Aku yakin pasti ada yang sedang kamu pikirkan, pasti sekarang kamu sedang teringat kenangan masa lalu mu itu kan??” Aku terkejut, melepaskan genggaman tangan Reyy, mulutku bungkam tidak bisa berbicara sedikitpun. Tak terduga Reyy bisa menebak isi pikiranku.
“Gak apa-apa kalo kamu gak mau menjawabnya” Tersirat sebuah simpul senyuman diwajahnya yang membiaskan semua tanya.
Reyy memang begitu pengertian, selalu mengerti keadaanku dan tak pernah memaksakan kehendak sehingga hatiku selalu merasa damai ketika berada didekatnya, karena itu aku menyayanginya.
 Tak terasa semburat merah ti batas horizon semakin memudar mendatangkan gantungan awan hitam menandakan malam akan segera datang. Kali ini awan terlihat murung tak ada bintang satu pun yang menghiasi malam langit, cuaca dingin menyelimuti kota, gerimis rinai turun menyirami bumi. Di pojok sana ku tatap Elisa dan Sandy masih asyik menikmati langit sore, hingga akhirnya hujan deras pun turun ke bumi tanpa ampun. Kami langsung berlari menuju tempat dimana mobil Reyy parkir. Seorang laki-laki berwarna kulit manis itulah yang sering mengantar jemput kita bertiga ketika sekolah maupun weekend. Di perjalanan tidak ada percakapan sedikitpun antara aku dan Reyy, larut dalam pikiran masing-masing, begitupun dengan Elisa dan Sandy yang berada dibangku belakang. Kita mengantarkan Sandy terlebih dahulu karena rumahnya cukup dekat dengan Taman Kota kemudian mengantaranku.
“Riz, nanti kamu langsung ganti baju ya, minum teh hangat setelah itu langsung tidur” Suara Reyy terdengar di gendang telingaku saat ku membuka pintu mobil.
“Iya iya pak dokter, kamu juga hati-hati ya bawa mobilnya, anterin Elisa sampe depan rumahnya” Ujarku meledek Reyy yang bercita-cita ingin menjadi seorang Dokter.
“Yeayyy, kamu bisa aja” Reyy melengkungkan bibirnya ke atas.
“El kamu juga langsung istirahat, jaga kesehatan besok ada ulangan Biologi”
“Okeyy” Jawab Elisa singkat sembari mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat mengiyakan pesanku.
                                                                          ***

 Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari, setiap 12 jam sekali matahari dan bulan terus bergiliran menerangi bumi. Sudah hampir satu minggu kita tidak kumpul karena sibuk dengan banyaknya tugas akhir ujian praktek disekolah. Setelah lepas dari tugas akhirnya kita memutuskan untuk berkumpul seperti biasa, kali ini Elisa mengusulkan untuk double date dan kita bertiga menyetujuinya.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, gaun berwarna ungu muda dengan motif bunga-bunga menyelimuti tubuhku dan jepitan pita menghiasi rambutku, aku sudah bersiap-siap namun Reyy tak kunjung datang menjemputku.
“dreett.. drett.. dreett” terdengar suara getaran handphone, ku ambil handphone yang ku simpan diatas bantal. Saat ku lihat ada sebuat pesan dari nomor yang sangat kukenal, ya itu nomor Reyy.
“Riz, maaf ya aku gak bisa jemput kamu, soalnya aku ada keperluan mendadak, aku datang agak telat kamu duluan aja ya sayang” Pesan singkat dari Reyy membuatku kecewa, sungguh ini kali pertama aku kecewa terhadapnya, biasanya Reyy selalu tepat waktu menjemputku dan dia tidak pernah mengecewakanku. Tanpa membalasnya aku segera saja bergegas keluar kamar.
“Nak buru-buru sekali mau kemana” Tanya Ayah
“Hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu larut” Sambung ibu
“Iya bu, aku tidak akan pulang terlalu malam” jawabku langsung keluar rumah menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
Sesampainya di Café aku tidak melihat Elisa, aku hanya melihat Sandy seorang diri sepertinya dia belum lama menunggu. Aku langsung saja menemuinya dan duduk dihadapannya.
“Reyy, sendirian aja, kemana Elisa?” Tanyaku membuka pembicaraan meskipun sedikit canggung.
“Katanya Elisa lagi ada tamu dirumahnya, jadi agak telat dan dia nyruh gue berangkat duluan” Pungkasnya dengan jari jemari yang sibuk memainkan handphone, sepertinya sedang menghubungi Elisa.
“Elu juga kok sendirian, gak berangkat bareng Reyy?” Sambung Sandy yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Iya, tadi Reyy kirim pesan singkat, dia bilang ada keperluan mendadak jadi dia datang agak telat” Jawabku.
Sekitar sepuluh menit aku lama menunggu. Aku mencoba menghubungi Reyy berkali-kali namun tidak ada balasan apapun, nomor hanpdhone nya sibuk. Aku dan Sandy saling berdiam diri tanpa ada pembicaran apapaun setelah tadi, keadaan ini membuatku semakin takut, semakin mengingatkanku kepada masa-masa itu. Setiap detik rasa takut ini semakin menggunung, keringat dingin yang keluar dari sela pori-pori kulit membuatku tak tahan berada di sini, aku tak kuat lagi menahan diri, akhirnya aku mencoba berdiri beranjak pergi ke kamar kecil.
“San.. gu.. gue mau ke kamar kecil dulu ya” Aku sedikit gugup mataku tak kuasa menatap mata Sandy.
“Tunggu, Rizka” Sandy menahanku untuk pergi tangannya menopang tanganku.
“Ta.. tapii, guee” Aku masih saja gugup
“Riz, gue tau lo pasti gak nyaman dengan semua ini, gue tau lo mencintai Reyy dengan terpaksa” Perkataan Sandy membuatku tercengang.
“Jangan sok tau deh elu San, gue menyayangi Reyy tulus” Sentakku mencoba melepaskan genggaman Sandy, namun genggamannya begitu erat tak dapat ku lepaskan.
“Iya gue tau elu emang sayang sama Reyy tapi elu nggak cinta dia” Sandy makin menjadi-jadi. Bibir ku bergetar tak bisa mengatakan apapun, hanya kuasa menundukan kepala.
“Riz, maafin kesalahan gue selama ini, maafin gue telah melanggar janji kita” Sandy menatapku tajam, aku tak kuasa menahan uap air di pelupuk mata.
“Sudahlah San, lupakan itu, ini bukan hanya kesalahan lo karena gue juga telah melanggar janji kita” Air mata ku semakin menderas.
“Tapi gue masih mencintai elu Riz, gue sayang elu lebih dari gue menyayangi Elisa” Tatapan matanya semakin tajam tak ada kebohongan yang terlihat sedikitpun di bola matanya.
Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat mendarat di wajahku. Ya, itu tangan Elisa. Sungguh tak ku sangka ini bisa terjadi.
“El.. el.. jangan salah paham dulu ii.. ini hanya...” Aku coba menjelaskan terlebih dahulu kepada Elisa.
“Hanya, hanya apa? Hanya perselingkuhan? Iya? Aaaahh sudahlah jangan banyak alasan lagi” Elisa memotong penjelasanku.
“Cukup Elisa. Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa datang bareng Reyy?” Aku baru sadar kalau Elisa datang berduaan dengan Reyy, sungguh aku tak bisa banyak menggerakkan badan tubuhku lemas, aku bingung harus melakukan apa.
“A.. aakuu..” Bibir tipis Elisa yang begitu lancarnya berbicara tidak ada titik dan koma dengan nada tinggi seketika saja memelan, Elisa gugup dan menundukan kepalanya.
“Reyy, katanya tadi elo lagi ada urusan mendadak, tapi kok sekarang malah berangkat berduaan bareng Elisa? Jelaskan apa yang terjadi Reyy?” Dengan bibir bergemetar sedikit demi sedikit ku coba minta penjelasan pada Reyy.
“Jangan salah paham dulu Riz, dengarkan penjelasan gue”
“Sudahlah gue udah tau semuanya, gue tau kalian selingkuh dibelakang kita, gue pernah lihat kalian berduaan setelah menjenguk Ayah Rizka, sudahlah jelaskan saja yang sebenarnya ini sudah saatnya” Tegur sandy kepada Reyy dan Elisa. Sungguh ini sangat mengores hati, hal yang aku takutkan kini benar-benar terjadi.
“Maafkin gue San, iya kita emang selingkuh dibelakang kalian” Ternyata yang dikatakan Sandy memang benar, aku merasa kecewa dengan mereka.
“ Elisa.. Reyy, gue gak nyangka kalian bisa sekejam itu…” Aku terpukul sekali dengan semua ini.
“Maafin gue Riz, gue gak bermaksud untuk bikin lo kecewa”
“Sekarang kalian udah tau tentang gue dan Reyy, lantas apa yang tadi kalian lakukan, kenapa kalian berpegangan tangan?” Tanya Elisa kepadaku dan Sandy.
“Ya, mungkin ini waktu yang tepat dan kalian harus tau ini. Kalian harus tau kalau sebenarnya..”
“San.. jangan San..” Aku coba mencegah Sandy untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
“Gak apa-apa Riz, mereka harus tau ini. Sebenarnya gue sama Rizka sempat menjalin status hubungan 3 tahun yang lalu sebelum kita berempat saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.
 Hati memang tak bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa.ta berempat saling mengenal dan menjalin persahabatan. Kita pisah karena gak ada restu dari orang tua. Setelah kita bertemu kembali menjalin persahabatan, ini memang sangatlah berat” Dengan nada pelan sedikit demi sedikit Sandy menjelaskan.
“Haaaaahhhhh” Elisa dan Reyy terkejut mendengarnya.
“Rizka, meskipun gue sering mempamerkan kemesraan gue sama Elisa didepan banyak orang, tapi hati gue gak bisa bohong, gue masih sangat sayang sama elo Riz, gue ingin kita kaya dulu lagi” Sandy menatapku seolah meyakinkanku terlihat ketulusan di pelupuk matanya.
“Ini gak mungkin, gimana dengan Elisa dan Reyy, gimana dengan persahabatan kita?” Aku langsung melirik Elisa dan Reyy.
“Gue gak apa-apa Rizka, gue ngerti perasaan elo, gue tau meskipun elo cinta sama Reyy tapi elo lebih mencintai mantan lo yang sering diceritain itu, dan orangnya Sandy kan??” Ucap Elisa merubah keadaan yang tadinya tegang menjadi tenang.
“Iya Riz betul kata Elisa, soal persahabatan kita akan tetap berjalan dengan baik. Kalo lo masih mencintai Sandy gue akan terima, masalah gue dan Elisa, kita sudah mulai saling mencintai” Ujar Reyy sedikit melempar senyum.
“Gue gak mau persahabatan kita hancur hanya gara-gara cinta” Tegasku.
“Tenang aja, lo gak usah hawatir Riz, lagi pula Reyy dan Elisa udah menyetuji ini, hati gak bisa dibohongi kita masih saling mencintai dan mereka sudah terlanjur saling mencintai” Ucapannya terdengar tulus di gendang telingaku,
“Iya Riz..” Jawab Reyy dan Elisa serentak. Air mataku semakin menderas bukan airmata sakit hati melainkan air mata terharu.

 Hati memang tak bisa dibohongi, sekeras apapun kita berbohong namun sangat mustahil hati berhasil dibohongi. Dan sejak saat itulah aku memulai kembali kisah cintaku dan Sandy yang sempat tertunda, begitupun Elisa dan Reyy mereka menjalin hubungan dengan baik dan persahabatan kita tetap terjalin baik seperti biasa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar