_SEBARIS KALUT DALAM AKSARA_
“Jangan, itu oleh-oleh
buat kakak dan adikmu” Tangan lembut Ibu menyenggol tanganku yang tak berdosa
ini ketika ku hendak menyentuh beberapa bingkisan yang masih terkemas rapih di
atas meja. Bingkisan itu hadiah dari Ayah, karena hari ini Ayahku baru saja
pulang dari Amerika. Ayah bekerja sebagai koki Restoran ternama di Amerika.
“Yah, sepatunya bagus
nih, buat Andre ya?” Pinta kak Andre kegirangan.
“Baju ini buat Niky Yah?
waahh bagus banget, Niky suka banget Yah, Bu” Ucap Niky dengan riangnya.
“Iya sayang, baju itu
sengaja Ayah belikan untuk kamu. Sepatu itu juga Ayah sengaja belikan buat kamu
Dre” Tersirat simpul senyum yang amat manis dibibir Ayah sembari
mengelus-ngelus lembut rambut Niky.
“Wiiiss, emang Ayah doang
deh yang paling ngerti kemauan kita. Makasih Yah” Puji kak Andre.
“Yah, hadiah buat Yohan
mana?” Tanyaku sembari menjulurkan tangan kanan isyarat meminta hadiah.
“Bu, tadi mana hadiah
yang Ayah pisahkan buat Yohan?” Ku sudah menduga pasti hadiah yang Ayah belikan
untukku lebih bagus, menyimpannya saja dipisahkan dari kak Andre dan Niky.
“Nah, ini dia. Nih buat
kamu” Ibu menyodorkan bingkisannya.
Langsung saja ku buka
bingkisan yang terbalut kotak warna hijau daun, dan ternyata dugaanku salah.
Hadiah yang Ayah berikan untukku tak sebanding dengan hadiah yang Ayah berikan
kepada kak Andre dan Niky.
“Makasih Yah, bajunya
bagus, Yohan suka” Ku membalas senyum getir dengan membohongi perasaanku
sendiri.
“Iya, sama-sama” Jawab
Ayah melengos tanpa memperhatikanku.
Aku hanya terdiam membisu
tak ada niat untuk protes kepada Ayah ataupun Ibu karena aku sudah terbiasa
dengan hal seperti ini. Mengalah, dan selalu mengalah dari adik dan kakakku.
Memang sangat sakit, tapi aku harus terima keadaan ini degan ikhlas. Meskipun
aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, tapi aku tidak pernah
memperlihatkan kekayaan kedua orang tuaku kepada teman-temanku. Bahkan sering
sekali aku dibuli oleh mereka dengan sebutan anak pungut, ya wajar saja mereka
mengatakan seperti itu, karena penampilanku berbeda dengan saudara-saudraku.
“Yohan” Suara lembut yang
sudah tak asing lagi ditelingaku memecahkan lamunanku.
Ya, dia Tasya. Wanita
yang berparas cantik dan anggun dengan fostur tubuh langsing dan rambut yang
tergerai sejajar dengan bahunya, selama ku mengenalnya dia tidak pernah
membuatku kecewa. Dia begitu setia padaku, selalu menemani hari-hariku dan
memberikan kebahagiaan didalamnya. Bukan, dia bukan pacarku, dia hanya sahabat
setiaku dari kecil.
“Hheeuuhhh, kebiasaan deh
ngagetin mulu” Ucapku ketus sembari melirik sinis kepada Tasya.
“Gak intro banget, lo
juga kebiasaan tuh ngelamun mulu, wleee” Celetuk Tasya dengan ledekannya.
“Apaan sih, udah ayo kita
pulang udah sore, lo udah gak ada pelajaran tambahan lagi kan?”
“Eiitss, biasa aja kali
mas gak usah panik gitu, hehe.. ya udah ayo kita pulang sekarang ” Tasya
cengengesan
***
Bumi terus berputar pada porosnya mengorbit matahari,
embun pagi telah menyusuri celah rumah, sinar fajar telah menggantung diupuk
timur. Hati yang hampir patah kini telah kembali merekat, sakit hati yang
selama ini ku tahan kini telah terobati. Untuk satu bulan kedepan Ayah meminta
cuti dari pekerjaannya, dan hari ini Ayah meminta kita berkumpul dirumah dengan
keluarga, menikmati suasana rumah yang nyaman dan tentram.
“Yohan, maafkan Ayah ya,
Ayah selalu membeda-bedakan kamu dengan Andre dan Niky” Ucap Ayah begitu lirih
penuh permohonan.
“Iya sayang, maafkan Ibu
juga ya. Ibu selalu melarang kamu kalo menginginkan sesuatu” Mata Ibu
berkaca-kaca.
Sungguh ini seperti
mimpi, tak pernah terlintas dibenakku perihal ini, mataku terbelalak melihat
Ayah dan Ibu meminta maaf.
“Iya Bu, Yah. Sebelum
kalian meminta maaf juga Yohan sudah memaafkan kok, Yohan mengerti kenapa Ayah
sama Ibu melakukan ini. Pasti tujuannya supaya Yohan menjadi laki-laki yang
tangguh” Ku lontarkan sebersit senyum pada mereka.
“Seharusnya Yohan yang
meminta maaf sama Ayah dan Ibu karena belum bisa menjadi anak yang baik”
“Kak maafkan Niky ya,
gara-gara Niky kakak jadi harus terus-terusan mengalah” Niky menundukan kepala.
“Han, gue juga minta maaf
ya. Gue gak pernah mau ngalah sama lo, gue denger lo sering dibuli sama
temen-temen lo, dipanggil anak pungut padahal kan yang anak pungut itu gue. Gue
jadi ngerasa gak enak sama lo” Raut wajah kak Andre terlihat begitu merasa
bersalah.
“Iya kak, Niky. Yohan
ikhlas kok, yang terpenting sekarang kita sudah menjadi keluarga yang harmonis
kembali” Ku menyunggingkan senyum pada mereka.
Sungguh aku masih tidak
percaya dengan semua ini, rasanya seperti terbang jauh ke atas awan setelah
lamanya terperosok kedalam jurang yang paling dalam. Aku terharu, hingga bulir
bening dikelopak mataku tak dapat lagi ku tahan. Meskipun aku seorang laki-laki
tapi aku tak malu untuk menangis dihadapan mereka, aku begitu terharu melihatnya.
“Terima kasih Ayah, Ibu.
Kalian telah mengembalikan lagi kebahagiaanku” Kami berpelukan
Pelukan ini begitu hangat
dan nyaman, pelukan yang baru ku rasakan kembali. Ku buka mataku yang masih
dibanjiri air mata, aku dan keluarga masih saling erat berpelukan. Ya,
berpelukan, berpelukan dengan foto. Ternyata aku hanya berpelukan dengan foto
mereka yang sedang ku peluk erat.
“Hmm.. ternyata ini hanya
mimpi” Gumamku dalam hati.
Mimpi ini begitu indah
namun kembali menjatuhkanku kedalam jurang.
“kriing.. kriing” Suara
telepon masuk.
“Hallo Han, lo sekolah
gak hari ini. Lo gak lupa kan buat jemput gue kerumah, atau lo kesiangan ya?” Cerocos
Tasya dibalik telepon.
“Adduuh.. Iya-iya tunggu.
Gue kesiangan, tunggu aja dirumah” Ujarku tergesa-gesa.
“Abis kebiasaan deh, gak
ada….” Belum juga Tasya selesai bicara aku sudah menutup teleponnya, tidak
menghiraukan Tasya mau berbicara apa lagi yang jelas sekarang aku harus segera
siap-siap berangkat kesekolah.
***
“Prraaaaaayyy….”
Baru saja ku membuka
pintu rumah sudah disambut dengan suara lemparan gelas pecah dan ku lihat
disudut ruang tamu ada Niky yang sedang menangis hebat dengan kondisi wajah memar
dan ku lihat Ibu juga sedang menangis dipelukan Ayah yang sedang terbujur kaku.
Sungguh aku sangat tak mengerti apa yang telah terjadi.
“Ini ada apa, apa yang
telah terjadi de. Wajahmu kenapa memar?” Tanyaku kepada Niky dengan cemas.
“Aa..ku.. A..Kuuu” Niky
gelagapan.
Penasaran dengan kelanjutannya?? yukk di order buku Patah Hati nya
keren nih bukunya
BalasHapus